Begitu
diperkenalkan ke publik, situs jejaring sosial Facebook langsung menjerat hati
jutaan penggemarnya. Media sosial ini dicintai karena memungkinkan seseorang
berhubungan kembali dengan teman lama dari sekolah atau perguruan tinggi tanpa
harus bertemu muka.
Namun
penggunaan Facebook yang intens memiliki konsekuensi, terutama bagi remaja.
Larry Rosen, psikolog di Cal State Dominguez Hills, yang telah mempelajari
dampak teknologi terhadap manusia selama lebih dari 25 tahun mengungkapkan
situs jejaring sosial seperti ini berdampak buruk untuk anak dan remaja.
Ia
mengungkapkan temuannya dalam pertemuan tahunan American Psychological
Association. Menurutnya, remaja yang sering menggunakan teknologi seperti video
game atau internet, cenderung lebih mengeluhkan nyeri perut, gangguan tidur,
kecemasan dan depresi. Mereka juga dilaporkan sering bolos sekolah.
Selain itu
remaja dan orang dewasa muda yang sering login ke Facebook lebih narsis.
"Situs jejaring sosial membuat seseorang lebih narsis karena bisa
mengiklankan dirinya sendiri 24 jam 7 hari seminggu menurut keinginan
pribadi," kata Rosen.
Di antara
pengguna dari segala usia, Rosen menilai makin banyak orang menggunakan Facebook,
makin besar kemungkinan mereka memiliki gangguan kepribadian antisosial,
paranoia, kecemasan dan penggunaan alkohol.
Ketika Rosen
dan timmnya mengamati siswa SMP, SMA dan mahasiswa yang sedang belajar untuk
ujian selama 15 menit, mereka menemukan bahwa kebanyakan siswa hanya bisa fokus
selama dua sampai tiga menit sebelum mengalihkan perhatian mereka untuk hal-hal
yang kurang ilmiah, seperti teks pesan atau fitur media sosial di ponsel. Tidak
mengherankan siswa yang sebentar-sebentar memeriksa akun Facebook sambil
belajar mendapatkan hasil yang buruk saat ujian.
Orang tua juga
harus menangani bentuk lain dari jejaring sosial, seperti mengirim dan menerima
pesan teks (SMS). Remaja rata-rata mengirimkan lebih dari 2.000 teks per bulan.
Ini adalah jumlah besar yang bukan cuma memicu masalah tidur dan konsentrasi,
tetapi juga stres fisik.
Rosen
menunjukkan contoh seorang remaja di Chicago yang menderita sindrom carpal
tunnel dan memerlukan obat pereda nyeri dan perban pada pergelangan tangan
setelah mengirim lebih dari 100 teks perhari.
"Anak-anak
dibesarkan pada konsep koneksi. Bagi mereka bukan kualitas yang penting, tetapi
hubungan itu sendiri. Telepon atau bertemu tatap muka hanya memungkinkan
jumlah minimum koneksi, sementara alat-alat lain memungkinkan mereka untuk
terhubung ke dunia," kata Rosen.
Meski Facebook
juga memiliki banyak sisi positif, tetapi Rosen menyarankan agar orangtua perlu
memberi pemahaman pada anak mereka mengenai cara berperilaku secara online. Hal
ini bisa mendorong anak untuk menyadari apa yang boleh dan dilarang ketika
menggunakan internet.
Ia menambahkan,
media sosial jika digunakan secara tepat bisa membantu anak berperilaku empati
dan berinteraksi dengan teman-temannya tanpa harus mengkhawatirkan reaksi orang
secara langsung. "Untuk anak-anak pemalu ini akan menjadi nilai tambah dan
membantu mereka keluar dari cangkangnya," katanya.
Tetapi ada satu
hal penting yang kerap dilupakan orangtua, yakni Facebook sebenarnya ditujukan
untuk orang dewasa, bukan anak-anak. "Berbeda dengan bullying di sekolah,
bullying yang terjadi di internet bisa terjadi setiap saat," katanya.
Sumber:
www.latimes.com
0 komentar:
Post a Comment