English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sunday, December 30, 2012

Kemampuan Berbahasa Pengaruhi Emosi Anak


Kemampuan balita dalam menggunakan kata-kata ternyata dapat mempengaruhi cara mereka dalam mengelola kemarahan di kemudian hari. Demikian menurut sebuah studi baru yang dimuat dalam jurnal Child Development.

Menurut penelitian ini, anak-anak dengan kemampuan bahasa yang baik pada usia 2 tahun dapat mengekspresikan kemarahannya lebih baik pada usia 4 tahun, daripada anak-anak yang sebelumnya tidak memiliki kemampuan bahasa yang baik.

Selain itu, anak-anak yang mengembangkan kemampuan bahasanya lebih cepat maka akan memiliki tingkat kemarahan yang lebih rendah pada usia 4 tahun. Hasil penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa ada hubungan antara kemampuan berbahasa dengan ekspresi kemarahan dari anak-anak.

Penelitian baru ini mempelajari 120 anak-anak dari usia 18 bulan hingga 4 tahun. Anak-anak secara berkala menjalani tes untuk dinilai keterampilan bahasa dan kemampuan mereka untuk mengatasi tugas-tugas yang membuat frustasi. Salah satu tugasnya itu anak-anak diminta untuk menunggu selama delapan menit sebelum membuka hadiah sementara ibu mereka selesai bekerja.

Kemampuan berbahasa yang baik setidaknya dapat membantu  anak mengendalikan emosinya dalam dua aspek . Yang pertama kemampuan berbahasa yang baik memungkinkan mereka untuk meminta dukungan pada orang tua mereka saat menghadapi situasi frustasi, misalnya dengan menanyakan pada ibu mereka sudahkah selesai dengan pekerjaannya. Yang kedua, kemampuan berbahasa yang baik juga dapat mengalihkan mereka dari situasi frustasi, seperti berbicara pada diri mereka sendiri.

"Kemampuan berbahasa yang lebih baik dapat membantu anak-anak untuk melakukan verbalisasi daripada menggunakan emosi untuk menyampaikan kebutuhan. Selain itu, kemampuan berbahasa yang baik juga memungkinkan anak untuk menggunakan imajinasi mereka untuk menyibukkan diri sementara bertahan menunggu frustasi," kata peneliti Pamela Cole, seorang profesor psikologi di Pennsylvania State University.

Sumber: www.myhealthnewsdaily.com

Tuesday, December 18, 2012

Mengurangi Stres dengan Bergosip


Meski gosip bukanlah kebiasaan yang baik namun tak sedikit yang berpendapat gosip sebagai hal yang mengasyikkan. Malah, dalam studi terbaru disebutkan bergosip bisa mengurangi stres dan mencegah orang lain dipermainkan. 

Itu merupakan kesimpulan para peneliti dari Univesitas California, Berkeley, yang melakukan empat percobaan yang melibatkan ribuan partisipan.

"Gosip memang punya reputasi buruk, tetapi kami menemukan bukti bahwa bergosip berperan penting dalam menjaga fungsi sosial," kata salah satu peneliti, psikolog sosial Robb Willer.

Willer menemukan bergosip bisa menjadi semacam terapeutik. Ketika para partisipan studi melihat orang lain berlaku buruk, denyut jantung mereka meningkat. Tetapi peningkatan itu hanya dalam skala sedang jika mereka menceritakan pada orang lain apa yang mereka lihat.

"Menyebarkan informasi tentang orang lain yang mereka lihat berperilaku buruk ternyata membuat seseorang merasa lebih baik, serta mengurangi rasa frustasi yang mendorong mereka bergosip," kata Willer.

Bukan hanya itu, para peneliti juga menemukan bahwa partisipan studi juga rela mengeluarkan upaya ekstra untuk memberitahu orang lain siapa yang berlaku curang dalam sebuah simulasi permainan ekonomi. Dalam hal ini bergosip berarti mencegah orang lain dirugikan oleh orang yang curang tadi.

"Kita tidak perlu merasa bersalah jika gosip yang kita sampaikan bertujuan untuk mencegah orang lain dipermainkan," kata Matthew Feinerg, ketua peneliti.

Studi tentang kebiasaan bergosip pada tahun 2009 menemukan, sekitar 80 persen isi pembicaraan kita adalah gosip. Dalam studi yang melibatkan 300 orang itu juga ditemukan bahwa sekitar 5 persen gosip bersifat berbahaya.


Sumber: www.huffingtonpost.com

Ibu Penuh Cinta, Anak Tumbuh Sehat


Bukan rahasia jika anak-anak yang berasal dari keluarga miskin lebih rentan menderita penyakit di usia dewasa. Tidak sedikit pula literatur yang menyatakan anak-anak dari keluarga dengan status ekonomi rendah lebih sering menderita penyakit flu dan jantung.

Anak yang berasal dari orangtua yang berpendidikan rendah juga lebih beresiko menderita sindom metabolik, kumpulan gejala penyakit kronik, seperti hipertensi, gula darah tinggi, serta lemak perut.

Kendati begitu, dampak dari keterbatasan ekonomi bagi kesehatan itu bisa ditangkal jika anak-anak tersebut memiliki ibu yang mengasuh penuh perhatian.

Dalam studi yang dilakukan tim dari Universitas British Columbia, psikolog Gregory Miller menganalisa data 1.200 orang dewasa yang pada masa kecilnya berasal dari keluarga miskin. Para peneliti kemudian melakukan survei pada responden untuk mengetahui kadar perhatian ibu mereka.

Para peneliti menemukan, meski dari keluarga miskin namun anak-anak yang diasuh oleh ibu yang memberi perhatian penuh pada kebutuhan emosional anak dan memiliki ikatan yang kuat dengan anaknya, akan tumbuh menjadi anak yang sehat.

Dalam laporan yang dipublikasikan dalam jurnal Psychological Science, para peneliti menyebutkan stres yang dialami anak berpengaruh pada tumbuh kembangnya dan secara permanen mempengaruhi kemampuan tubuh anak melawan infeksi.

Karena itu ibu yang penuh perhatian dan mengasuh anaknya dengan baik akan meningkatkan kesehatan anak di masa depan. "Risiko penyakit yang dihadapi anak-anak dari keluarga miskin itu bisa dikurangi jika orangtuanya memberi perhatian pada tumbuh kembang anak," kata Miller.
Miller menyarankan, untuk menumbuhkan anak yang sehat, orangtua dan guru di sekolah harus bisa mengajarkan cara pengendalian stres, memberikan contoh yang baik dalam mengelola emosi dan memberikan rasa aman pada anak.

Sumber: www.asiaone.com

Sunday, December 16, 2012

Pekerjaan yang Dibenci Buruk Bagi Kesehatan Mental



Rasa hampa yang dirasakan terhadap pekerjaan, bahkan membencinya karena berbagai alasan, pelan-pelan meracuni diri dan berdampak buruk bagi kesehatan mental.

Ada banyak penyebab mengapa seorang karyawan membenci pekerjaannya, mulai dari persoalan upah yang dianggap tidak layak, atasan yang semena-mena, jenjang karir yang tidak jelas, sampai karena suasana kantor yang kaku.

Ketidaknyamanan dalam bekerja tersebut bahkan dampaknya terhadap emosional mirip dengan orang yang tak punya pekerjaan.

Para peneliti dari Australian National University melakukan perbandingan kesehatan mental antara para pengangguran dengan orang membeci pekerjaannya. Ternyata kesehatan mental kedua kelompok itu sama.

"Analisa kami menunjukkan tak ada perbedaan dalam gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi, antara orang yang menganggur dengan mereka yang kepuasan kerjanya rendah," kata Peter Butterworth, ketua peneliti.

Dengan kata lain, kedua kelompok responden dalam penelitian itu sama-sama mengalami gangguan mental ringan sampai sedang, dibandingkan dengan orang yang pekerjaannya lebih memuaskan.

Penelitian sebelumnya menunjukkan, orang yang tak bahagia dengan pekerjannya memiliki tekanan darah tinggi , bahkan saat mereka sedang tak bekerja. Bahkan penelitian lain menyebutkan, orang yang karirnya sulit menanjak lebih beresiko sakit jantung.

"Jika kita merasa sudah bekerja keras tetapi ganjaran yang diterima tak sepadan ini akan meningkatkan stres dan risiko sakit jantung," katanya.

Sumber: www.dailymail.co.uk

Tidur Bantu Anak Pahami Kosakata



Anak-anak yang tidur dengan kualitas yang baik di malam hari memiliki kosakata yang lebih baik daripada anak-anak yang tidak mendapatkan cukup tidur. Hal ini dikarenakan anak-anak yang tidur dengan kualitas yang baik akan lebih cepat belajar dan mempertahankan kata-kata baru lebih baik.

Sebuah studi baru menemukan, mekanisme yang digunakan orang dewasa untuk belajar adalah mekanisme yang sama yang memungkinkan anak-anak untuk mengembangkan kosakata.

"Ini adalah hasil yang benar-benar menarik yang membuka dimensi baru penelitian dalam pemahaman kita tentang perkembangan bahasa. Penelitian ini membuktikan bahwa tidur dapat dikaitkan dengan integrasi dari kata-kata yang baru dipelajari dengan mental anak-anak,” kata dr. Anna Weighall dari kelompok riset psikologi di Sheffield Hallam.

Penelitian yang dimuat jurnal Developmental Science ini menyatakan, kata-kata baru mulai berasimilasi dengan kata lain di otak setelah siklus 12 jam. Namun, proses ini terjadi hanya jika anak sudah tidur selama periode tersebut. Tidur dapat menyediakan waktu untuk membantu otak mulai mengkonsolidasikan kata-kata yang baru dipelajari untuk dimuat dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang.

"Kemampuan anak-anak untuk mengingat dan mengenali kata-kata baru meningkat sekitar 12 jam setelah kata dipelajari, namun harus diselingi dengan tidur. Dalam waktu seminggu jika anak-anak berhasil mengingatnya, maka kata tersebut berhasil dimuat pada memori jangka panjang," kata Dr Lisa Henderson dari Departemen Psikologi di University of York.

Anak-anak yang mengalami gangguan tidur atau banyak mendengkur saat tidur besar kemungkinan memiliki masalah dalam belajar dan berperilaku. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa tidur dapat membantu dalam memperbaiki kemampuan motorik.

Para peneliti mengatakan bahwa penelitian lebih lanjut akan menunjukkan bagaimana tidur memengaruhi anak-anak yang didiagnosis dengan masalah perkembangan dan neurologis seperti autisme dan disleksia.

"Anak-anak perlu memprioritaskan belajar, namun mereka juga membutuhkan kualitas tidur yang baik agar sesuai dengan kemampuan mereka mengingat apa yang sudah dipelajari. Kombinasi keduanya adalah kunci keberhasilan belajar anak,” kata Profesor Gareth Gaskell dari Departemen Psikologi di University of York.

Sumber : www.medicaldaily.com

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites