English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Wednesday, November 28, 2012

Risiko Memperlakukan Anak Seperti Teman

Saat ini banyak pasangan baru menikah yang ingin menjadikan anak mereka kelak seperti seorang teman. Tujuan mereka memang tidak buruk, hubungan antara keduanya akan lebih akrab dan terbuka. Namun, model pengasuhan ini juga memiliki sisi negatif. Anak lebih sulit disiplin dan bandel.

Psikolog klinis Profesor Tanya Byron dari Inggris mengatakan, anak-anak dapat berperilaku buruk bila orang tua takut untuk mendisiplinkannya. Membesarkan anak layaknya seorang teman, tentu membuat orangtua bukan lagi sosok yang harus dipatuhi. Anak tidak akan siap menghadapi dunia nyata.

“Saya merawat anak-anak di klinik yang mengalami gangguan perilaku akibat metode pengasuhan tersebut. Anak-anak usia 6 tahun dibawa ke klinik saya lantaran orangtuanya cemas saat mencoba untuk mengatur. Mereka kawatir anak menjadi tertekan,” kata Profesor Byron, dikutip Daily Mail, Minggu (22/7).

Menurutnya, anak-anak tersebut begitu terlindungi oleh orangtua yang takut mengecewakan mereka. Orangtua selalu berusaha agar anak tidak lepas dari jangkauan mereka sehingga kurang mendapatkan keterampilan hidup yang penting. Saat mereka menghadapi tantangan, anak akan kembali mengingat bagaimana nyamannya tinggal di rumah bersama orangtua.

Hal yang sama diutarakan oleh Dr Mary Bousted, orangtua tidak terbiasa mengatakan ‘tidak boleh’ pada anak-anak mereka.

“Orangtua tidak melakukan apapun karena ingin anak-anak mereka bahagia. Mereka akan mencoba membuat anak-anak berperilaku baik atau bahkan menebus kesalahan karena kurang perhatian dengan cara membelikan mainan atau gadget,” kata Dr Mary Bousted, Sekretaris Jenderal Association of Teachers and Lecturers di Inggris.

Dr Bousted menegaskan, orangtua hendaknya punya kepercayaan diri dalam membuat aturan, memberikan tugas pada anak, mendorong mereka menjadi mandiri, dan berkembang menjadi orang dewasa yang tangguh.

Sumber: www.psikologizone.com

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites