English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Friday, January 13, 2012

Terapi Perkawinan

Dalam terapi perkawinan atau yang disebut terapi pasangan, klien adalah pasangan menikah atau pasangan yang mempunyai hubungan intim di luar pernikahan. Model terapi ini juga disebut sebagai terapi bersama, dimana kedua anggota pasangan menemui ahli terapi yang sama dalam sesi yang sama. Perbedaannya dengan terapi individual, fokus terapi perkawinan adalah hubungan yang buruk pada pasangan, bukan gangguan individual yang terjadi dalam suatu hubungan. Sebenarnya, kebutuhan terapi muncul karena adanya konflik dan kebutuhan dari pasangan. Hubungan intim sering memburuk karena masalah sekitar kepuasan seksual, otonomi individu, dominasi, tanggung jawab pada anak, komunikasi, keintiman, pengaturan uang, kesetiaan dan ekspresi ketidaksetujuan serta permusuhan.

Dalam  hal  pekerjaan,  antara  suami  dan  istri  kelihatannya  mendapatkan  tempat  yang  sama, hanya  saja  suami  diperlakukan  sebagai  sosok  yang  profesional  dalam  lingkungan  keluarga. Dalam  struktur  hubungan  sosial  pria  sangat  dominan  dibandingkan  dengan  perempuan. Konseling  seputar  pernikahan  sewaktu- waktu  dapat  membuat  kita  senang  atau  dapat  mewujudkan  suatu  ketentraman  dalam  suatu  keluarga  yang  mana  antara  suami  dan  istri  tidak  dapat  menyelesaikan  masalah-  masalah  yang  muncul  dalam  rumah  tangga  mereka.

Terapi pasangan dapat menjadi penyelesaian utama ketika kesulitan hubungan menjadi target utama terapi, atau ini bisa digabung dengan metode lain yang didesain untuk mengatasi masalah lain seperti depresi, alkoholisme, gangguan kecemasan yang mempengaruhi kualitas, dan bahkan eksistensi dari pasangan. Beberapa ahli kesehatan mental merekomendasikan terapi pasangan atau paling tidak membawa serta partner klien dalam terapi gangguan ini. Beberapa pasangan bahkan mendapat terapi untuk membantu mereka mengakhiri pernikahan atau hubungan yang sudah lama terjalin dengan konflik yang minimum.

Tujuan teknik terapi perkawinan sebagian tergantung pada konflik yang paling menekan pasangan dan sebagian tergantung orientasi teori terapis. Contohnya, terapis yang berorientasi behaviorisme akan mungkin membantu partner dengan masalah komunikasi pasangan dengan mengajarkan partner untuk merubah kemarahan, kritik yang tidak membangun dengan komentar yang diekspresikan dengan jelas dan terbuka sehingga tingkah laku yang diinginkan bisa tercapai. Untuk mengatasi hubungan yang bermasalah, kontrak perubahan tingkah laku mungkin perlu dibuat.

Terapis pernikahan yang berorientasi kognitif-behavioral membantu pasangan merubah cara mereka berpikir tentang hubungan mereka dan mengubah atribusi yang mereka buat tentang satu sama lain (Baucon et al, 1989; Bradbury&Fincham, 1990). Ketika pasangan sibuk memikirkan siapa yang bersalah dan mulai saling menyalahkan, maka kondisi ini tidak memungkin bagi keduanya untuk mengatasi masalah mereka sendiri. Disamping itu, terapis kognitif-behavioral mungkin mengajarkan tiap anggota untuk saling memahami, contohnya kemarahan pasangannya mungkin refleksi dari kecemasan tentang masa depan hubungan, bukan keinginan untuk berpisah.

Terapis perkawinan dengan pendekatan phenomenologi memusatkan pada pengembalian ikatan emosional dan rasa kedekatan pasangan yang pernah dirasakan. Karena itu, tujuan terapi pasangan yang berpusat secara emosional adalah membantu partner menjadi lebih nyaman mengekspresikan dan menerima kebutuhan emosional satu sama lain ( Greenberg&Johnson, 1988). Untuk mencapai tujuan ini, terapis mungkin menggunakan teknik yang membiarkan tiap partner untuk bekerjasama dan memutuskan, atau paling tidak menyingkirkan, menekan kebencian atau masalah emosi lain yang sering muncul dalam suatu hubungan.

Terapi pasangan yang berorientasi psikodinamik juga didesain untuk membantu partner mengerti dan memutuskan area konflik, tetapi disini, ini diasumsikan bahwa masalah- masalah mungkin tidak disadari. Disamping itu, partner berusaha untuk mengerti bahwa tindakan dari masing-masing yang menyebabkan ketidakbahagiaan pasangannya (mungkin secara tak sadar) muncul dari konflik yang tidak dapat diselesaikan karena tidak ada pengalaman dalam keluarga atau mungkin menekan emosi yang tidak diketahui. Partner mungkin juga menyadari bahwa kecocokan dari karakteristik individual ini cenderung membawa keburukan. Mengikuti beberapa insight, partner dibantu untuk berusaha memahami masalah mereka dan berusaha mengatasinya.

Kebanyakan terapis pernikahan cenderung menekankan pada pemecahan masalah. Inti pemacahan masalah adalah mengajarkan pasangan bagaimana berkomunikasi dan bernegosiasi dengan lebih efektif dengan pasangannya. Terapis mengajarkan pasangan membangun komunikasi yang lebih baik, saling tanggung jawab pada masalah yang ada, mengungkapkan masalah yang ada dari pada mendendam, dan membicarakan masalah yang belum dapat diatasi.

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites