English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Friday, January 13, 2012

Tes Kraeplin

Tes Kraepelin diciptakan oleh seorang psikiater asal Jerman yang bernama Emilie Kraepelin (1856 – 1926). Pada permulaan tahun 1880, Emile Kraeplin bekerja di Laboratorium Wundt dalam usaha memecahkan problem waktu reaksi. Dia menciptakan alat tes kraepelin yang digunakan sebagai alat bantu untuk mendiagnosa gangguan otak yaitu alzheimer dan dementia. Pada periode tidak lama selanjutnya pada tahun 1938 Prof. Dr. Richard Pauli bersama Dr. Wilhelm Arnold serta Prof. Dr. Vanmethod memperbaharui tes Kraeplin tadi sehingga dapat meningkatkan suatu “check method” yang sangat menguntungkan dan dapat dipercaya. Metode ini disempurnakan sedemikian rupa oleh Prof. Dr. Pauli sehingga memungkinkan untuk mendapatkan data tentang kepribadian. Richard Pauli membuat tes Kraeplin tersebut sebagai tes yang distandarisasikan, dan setelah Pauli meninggal pada tahun 1951, tes yang di standarisasikan tersebut dinamakan tes Pauli.

Tes ini disusun dengan dasar pemikiran yaitu, adanya perbedaan yang khas pada proses sensori sederhana, sensorimotor, perseptual dan tingkah laku. Tes Kraeplin ini digunakan sebagai dasar psikologis untuk mengklasifikasikan kekacauan psikiatrik. Emile Kraeplin berusaha memperluas penggunaan untuk menyusun tipologi kepribadian manusia antara yang normal dan abnormal. Diantara tes tersebut yang digunakan adalah: Simple Arithmetic Test, yang berfungsi mengukur practice effect, memory serta yang berhubungan dengan kelelahan & distraction. Tes Kraeplin awalnya merupakan tes kepribadian, namun dalam perkembangannya menjadi tes bakat. Tes Kraeplin mengukur “maximum performance” seseorang. Oleh karena itu tekanan skoring & intepretasinya didasarkan pada hasil-hasil tes secara obyektif bukan proyektif.

Spearman (1927) menyatakan bahwa aspek-aspek yang diungkap dalam tes kraeplin dapat dianggap sebagai pernyataan dari energi mental (mengandung unsur-unsur kecepatan, ketelitian,keajegan dan ketahanan kerja), sehingga mengukur secara optimum apa yang telah dicapai individu untuk dirinya dalam keadaan fungsi mental yang normal. Sedangkan menurut Dr. J. de Zeeuw, tes Kraepelin digolongkan sebagai tes yang mengukur faktor – faktor khusus non intelektual (tes konsenterasi). Anastasi (1968) mengatakan: Aitem-aitem dalam tes kraeplin mengandung salah satu kemampuan “mental primer” yaitu faktor number, dimana didalamnya terdapat kecakapan untuk menghitung simple arithmetic dengan cepat dan teliti.

Administrasi Tes:
1.      Tes dapat diberikan klasikal atau individual
2.      Waktu Penyajian             : Total 20 menit
·         Pengisian identitas   : 4 menit
·         Instruksi                   : 2 menit
·         Latihan                     : 1 menit
·         Mengerjakan soal     : 12 menit 30 detik
Tiap deret                 : 15 detik

Validitas & reliabilitas :
Arif wangsa (1965) dalam penelitiannya tentang koefisien validitas Tes Kraeplin yang dilakukan di beberapa perusahaan di Yk yaitu, r=0,54 untuk aspek kecepatan kerja; r=0,57 untuk ketelitian kerja; r=0,52 untuk keajegan kerja; dan r=0,40 untuk ketahanan kerja.
Sementara itu Thukul Santoso (1967) dalam penelitian di PN Blabag Magelang, menemukan koefisien reliabilias yaitu, r=0,875 untuk aspek kecepatan kerja; r=0,758 untuk aspek ketelitian kerja;           r=0,870 untuk aspek keajegan kerja; dan r=0,912 untuk aspek ketahanan kerja.

Contoh Bidang Penggunaan:
Tes Kraeplin bisa digunakan untuk :
1.      Tes Bakat
Hasil tes kraeplin dapat diinterpretasi dengan menggunakan dasar faktor-faktor bakat yang terkandung didalamnya, yaitu (1). Faktor Kecepatan/Panker, (2). Faktor Ketelitian/Tianker, (3). Faktor Keajegan/Janker), dan (4). Faktor Ketahanan Kerja/Hanker.
2.      Tes Kepribadian
·         Bila hasil menunjukkan ritme yang tajam, artinya pada suatu ketika terjadi hasil yang rendah, ini disebabkan suatu saat kehilangan ingatannya, sehingga dapat disimpulkan adanya gejala epilepsi.
·         Bila terdapat range ritme yang terlalu besar pada hasil tes hingga dibawah minimum normal, maka dapat diprediksikan bahwa testee mengalami gangguan emosional.
·         Bila didalam grafik hasil tes menunjukkan garis naik tegak lurus/ tetap secara kaku, dapat diprediksikan adanya gejala perfeksionis.
·         Bila didalam grafik hasil tes menunjukkan penurunan hingga minimum, dapat diprediksikan adanya gejala kelelahan
Berdasarkan penelitian Marcham Darokah Tes Kraeplin digunakan untuk menentukan tipe “performance”, yaitu:
·         Bila hasil menjumlah angka-angka rendah sekali & tidak pada kedudukan minimum normal, hal ini dapat diprediksi bahwa ada gejala depresi mental pada testee.
·         Bila terjadi salah hitung terlalu banyak dalam menjumlah angka & dibawah minimum normal, diprediksikan testee mengalami distraksi mental/ mental disorder.
·         Bila terdapat salah hitung dalam menjumlah angka-angka tertentu, misal: 6 dg 7 testee menulis 12 atau 14, maka dapat diprediksikan bahwa testee mempunyai gejala/ sedang mengalami trauma dengan angka 13.

Di Indonesia Tes Kraeplin banyak digunakan di kalangan ABRI dan perusahaan, terutama untuk seleksi dan penempatan tenaga kerja, bahkan digunakan sebagai tes kepribadian. Selain itu juga banyak diadakan penelitian, baik untuk meneliti korelasi antara hasil tes kraeplin dengan kenyataan di lapangan, maupun mengenai standarisasi norma tes kraeplin.

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites